Pigafetta filaris es una especie perteneciente a la familia de las palmeras (Arecaceae).
Originaria de las islas Celebes, Molucas y Nueva Guinea. Se encuentra en el Jardín Botánico de Caracas.
Es una palma monocaule con tronco verde-grisáceo, su copa tiene alrededor de 16 hojas muy espinosas. Inflorescencias interfoliares. una de las palmas más altas de las selvas asiáticas, llega a medir hasta 50 m de altura.
Pigafetta filaris fue descrita por (Giseke) Becc. y publicado en Malesia Raccolta ... 1877.[1]
Pigafetta: nombre otorgado en honor de Antonio Pigafetta (1491–1534), marino italiano quien circumnavegó el mundo con Magallanes.[2]
filaris: epíteto latíno que se refiere a "hilo o cuerda" y hace alusión a la apariencia de cuerdas colgantes de las raquillas de las inflorescencias.
Sagu hutan[2], sagu lelaki,[5] atau sagu rotan (Pigafetta filaris) adalah sejenis palma yang tinggi dan anggun; yang menyebar di dataran rendah Kepulauan Maluku hingga Papua. Batangnya licin dan lurus, baik digunakan sebagai tiang bangunan. Secara salah kaprah dikenal sebagai wanga, palem ini mempunyai nama-nama daerah seperti lapia abal (Amb.); hakur, weul (Seram); kabuho (Sula) dan lain-lain.[2][6]
Mirip dengan kerabatnya, wanga, palem ini tumbuh tegak, lurus, menyendiri, anggun dan indah. Dengan tinggi hingga 50 m, sagu hutan merupakan palma tertinggi kedua setelah Ceroxylon alpinum.[7][8] Batang hijau mengilap, menjadi kecokelatan di bagian sebelah bawah, dihiasi dengan cincin-cincin keputihan bekas melekatnya pelepah daun; gemang batang mencapai 30-45 cm.[7]
Daun majemuk menyirip genap, besar, panjang hingga 6 m, melengkung; dengan tangkai daun sekitar 1,8 m dan helaian anak daun sepanjang 1 m. Pelepah dan ibu tulang daun berwarna abu-abu keputihan, seperti tersaput bedak, dengan duri-duri berwarna kuning pucat keemasan yang panjang dan lentur, tersusun dalam barisan-barisan. Berumah dua (dioesis); dengan perbungaan yang terletak di ketiak, memanjang mendatar dengan ujung menggantung, panjang hingga 2 m, kuning pucat.[7] Buahnya berukuran kecil serupa buah rotan, bulat telur hingga bentuk gelendong (ellipsoide), tertutupi oleh 13-15 deret sisik ke arah vertikal.[9]
Sagu hutan menyebar luas di Kepulauan Maluku hingga Papua, pada dataran rendah hingga ketinggian 300 m dpl. Palem ini merupakan tumbuhan hutan sekunder, yang acap tumbuh di bekas-bekas aliran lava yang melapuk, tepian sungai, serta tepian hutan. Semai sagu hutan cenderung bersifat heliofil, yakni menyukai banyak cahaya matahari.[8]
Batangnya yang lurus dan bulat torak berkayu keras, kerap dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Kayu ini dibelah-belah menjadi semacam papan yang disebut ruyung.[6] Di wilayah Pegunungan Cyclops di Papua, ruyung sagu lelaki ini dipakai sebagai lantai rumah atau pondok. Bagian dalam batangnya yang lunak (empulur) digunakan untuk memelihara ulat sagu.[10]
Daun-daunnya dipakai sebagai bahan atap rumah.[10] Daunnya yang belum terbuka (janur), pada masa lalu diproses untuk menghasilkan serat yang, setelah diwarnai, dipergunakan sebagai benang atau ditenun.[2]
Pohonnya yang indah acap ditanam sebagai pohon hias.[5][8]
Selama berpuluh tahun, Pigafetta filaris dianggap sama dan dipertukarkan dengan wanga (P. elata), yang sesungguhnya menyebar terbatas di Sulawesi. Kekacauan ini berpangkal dari penyataan Odoardo Beccari pada tahun 1918,[11] yang kemudian dituruti oleh banyak penulis yang lain. Baru delapan puluh tahun kemudian kekeliruan ini diperbaiki oleh John Dransfield, meskipun sebelumnya pada tahun 1970an ia telah pernah diingatkan oleh isterinya, Soejatmi Dransfield, soal perbedaan kedua spesies tersebut.[9]
P. filaris merupakan tumbuhan dataran rendah (hingga lk. 300 m dpl) di Maluku dan Papua, sementara P. elata menyebar di pegunungan (600-1500 m dpl) di Pulau Sulawesi. Pelepah dan tulang daun utama P. filaris berwarna hijau muda tersaput warna kelabu keputih-putihan seperti berbedak, dengan duri-duri berwarna kuning pucat keemasan yang tersusun dalam deretan-deretan yang agak renggang. Sementara pelepah dan tulang daun utama P. elata cenderung berwarna gelap, dengan duri-duri yang berderet rapat berwarna kehitaman. Buah P. filaris umumnya berbentuk gelendong (vs. cenderung bulat pada P. elata); tertutupi oleh 13-15 deret (vs. 11-12 deret) sisik-sisik penutup buah dalam arah vertikal; berisi satu butir biji yang berbentuk menyegi/bersudut (vs. berbentuk bulat pendek).[9]
Nama marganya diambil dari nama Antonio Pigafetta (lk.1491–lk.1534), seorang penjelajah bangsa Italia yang mendampingi dan membuat catatan perjalanan Ferdinand Magellan berkeliling dunia.[12]
Epitet spesifiknya, "filaris", berasal dari bahasa Latin yang berarti "seperti benang" (filiform, filamentous); kemungkinan merujuk pada pemanfaatan daun mudanya sebagai sumber bahan tenunan di jaman lampau.[8]
Sagu hutan, sagu lelaki, atau sagu rotan (Pigafetta filaris) adalah sejenis palma yang tinggi dan anggun; yang menyebar di dataran rendah Kepulauan Maluku hingga Papua. Batangnya licin dan lurus, baik digunakan sebagai tiang bangunan. Secara salah kaprah dikenal sebagai wanga, palem ini mempunyai nama-nama daerah seperti lapia abal (Amb.); hakur, weul (Seram); kabuho (Sula) dan lain-lain.
Pigafetta filaris là loài thực vật có hoa thuộc họ Arecaceae. Loài này được (Giseke) Becc. miêu tả khoa học đầu tiên năm 1877.[1]
Pigafetta filaris là loài thực vật có hoa thuộc họ Arecaceae. Loài này được (Giseke) Becc. miêu tả khoa học đầu tiên năm 1877.