Erabu kuning adalah jenis ular laut yang tersebar luas di lautan tropis Nusantara hingga Oseania.
Deskripsi fisik
Kepala ular ini berwarna hitam. Bibir atas dan moncong berwarna kekuningan, dengan garis berwarna kuning pucat memanjang dari atas bibir atas hingga belakang mata. Tubuh ular ini berbentuk pipih, seperti halnya jenis ular laut lainnya, juga memiliki ekor pipih vertikal. punggung berwarna belang-belang hitam dan putih kekuning-kuningan, belang hitam lebih sempit dari belang putih-kuning. Bagian perut berwarna putih. Panjang ular jantan bisa mencapai 0.87 meter dengan panjang ekor 13 cm, sedangkan betina lebih besar, panjangnya mencapai 1.42 meter dengan panjang ekor mencapai 14.5 cm.[2][3]
Penyebaran
Ular ini tersebar luas di perairan tropis Indo-Australia, mulai dari pantai timur India hingga perairan Nusantara, Filipina, Melanesia, pantai timur laut dan timur Australia, serta di perairan Laut China Selatan dan Timur dan laut selatan Jepang.[2][3]
Kebiasaan dan reproduksi
Ular ini banyak beraktivitas di daerah pantai dan terumbu karang dekat pesisir pantai. Seperti ular laut pada umumnya, ular ini memangsa ikan kecil dan terkadang belut Moray dan jenis krustasea tertentu. Ular ini termasuk semiakuatik dan beraktivitas di dalam air ketika mencari makanan dan ular ini beraktivitas di darat (pesisir) ketika akan berganti kulit, istirahat, atau bereproduksi. Ular ini berkembangbiak dengan bertelur (ovipar) dan selalu meletakkan telurnya di darat, biasanya ular ini akan mencari celah-celah tertentu seperti rongga di bawah pohon kelapa, di bawah bebatuan, atau di dalam liang pasir, sepanjang celah itu tidak dipakai hewan lain.[2][3][4]
Dalam budaya populer
Erabu kuning juga menjadi objek wisata budaya. Salah satunya adalah sarana tempat tinggal ular ini yang ada di Tanah Lot, Bali. Di tempat tersebut, tepat sebelum menyeberang ke pura yang ada di tengah pantai, terdapat sebuah gua yang dijaga oleh seorang atau dua orang tokoh adat setempat dan di gua tersebut terdapat sarang yang dihuni oleh beberapa ekor ular Erabu kuning ini. Menurut kepercayaan masyarakat Tanah Lot, ular-ular yang dianggap suci ini berasal dari selendang Danghyang Niratha, Sosok yang paling berpengaruh dalam penyebaran agama Hindu di Bali. Diceritakan, untuk melindungi pura Tanah Lot yang ia bangun, dengan kesaktiannya ia mengubah selendangnya menjadi ular-ular yang sangat berbisa.[5]
Referensi dan sumber lain
-
^ Lane, A.; Guinea, M.; Gatus, J.; Lobo, A. (2010). "Laticauda colubrina". The IUCN Red List of Threatened Species. IUCN. 2010: e.T176750A7296975. doi:10.2305/IUCN.UK.2010-4.RLTS.T176750A7296975.en. Diakses tanggal 15 January 2018.
-
^ a b c Shine, R.; Shetty, S. (2001-03-01). "Moving in two worlds: aquatic and terrestrial locomotion in sea snakes (Laticauda colubrina, Laticaudidae)". Journal of Evolutionary Biology (dalam bahasa Inggris). 14 (2): 338–346. doi:10.1046/j.1420-9101.2001.00265.x. ISSN 1420-9101.
-
^ a b c Smith, M.A. (1943). The Fauna of British India, Ceylon and Burma, Including the Whole of the Indo-Chinese Sub-region. Reptilia and Amphibia. Vol. III.—Serpentes. London: Secretary of State for India. (Taylor and Francis, printers). hlm. 443.
-
^ Shetty, Sohan; Shine, Richard (2002-01-01). "Philopatry and Homing Behavior of Sea Snakes (Laticauda colubrina) from Two Adjacent Islands in Fiji". Conservation Biology. 16 (5): 1422–1426. doi:10.1046/j.1523-1739.2002.00515.x. JSTOR 3095337.
-
^ https://wisatabaliutara.com/2014/12/ular-suci-pura-tanah-lot-bali.html/
-
Boulenger, G.A. (1896). Catalogue of the Snakes in the British Museum (Natural History). Volume III., Containing the Colubridæ (Opisthoglyphæ and Proteroglyphæ) ... London: Trustees of the British Museum (Natural History). (Taylor and Francis, printers). xiv + 727 pp. + Plates I-XXV. (Platurus colubrinus, pp. 308–309).
-
Das, I. (2002). A Photographic Guide to Snakes and other Reptiles of India. Sanibel Island, Florida: Ralph Curtis Books. 144 pp. ISBN 0-88359-056-5. (Laticauda colubrina, p. 56).
- Das, I. (2006). A Photographic Guide to Snakes and other Reptiles of Borneo. Sanibel Island, Florida: Ralph Curtis Books. 144 pp. ISBN 0-88359-061-1. (Laticauda colubrina, p. 69).
- Frith, C.B. (1974). "Second record of the seasnake Laticauda colubrina in Thailand waters". Nat. Hist. Bull. Siam Soc. Bangkok. 25: 209.
- Ota, Hidetoshi; Takahashi, Hiroshi; Kamezaki, Naoki (1985). "On specimens of yellow lipped sea krait Laticauda colubrina from the Yaeyama group, Ryūkyū Archipelago". Snake. 17: 156–159.
- Pernetta, J.C. (1977). "Observations on the habits and morphology of the sea snake Laticauda colubrina (Schneider) in Fiji". Canadian Journal of Zoology. 55 (10): 1612–1619. doi:10.1139/z77-210.
-
Schneider, J.G. (1799). Historiae Amphibiorum naturalis et literariae Fasciculus Primus continens Ranas, Calamitas, Bufones, Salamandras et Hydros. Jena: F. Frommann. xiii + 264 pp. + corrigenda + Plate I. (Hydrus colubrinus, new species, pp. 238–240). (in Latin).
- Shetty, Sohan; Devi Prasad, K.V. (1996). "Geographic variation in the number of bands in Laticauda colubrina". Hamadryad. 21: 44–45.
-
Stejneger, L. (1907). Herpetology of Japan and Adjacent Territory. United States National Museum Bulletin 58. Washington, District of Columbia: Smithsonian Institution. xx + 577 pp. (Laticauda colubrina, new combination, pp. 406–408).
- Voris, Harold K.; Voris, Helen H. (1999). "Commuting on the tropical tides: the life of the yellow-lipped sea krait Laticauda colubrina ". Reptilia (Great Britain) (6): 23–30.